Kamis, 20 April 2017

Korupsi E-KTP

Akhir-akhir ini sedang terjadi kasus yang membuat banyak masyarakat kesal dan marah, yaitu korupsi E-KTP. Akibat kasus ini,  terjadi kerugian yang bernilai sangat besar. Dari kasus ini, ada beberapa orang yang dituduh terlibat. Namun ada beberapa orang yang mengelak karena dari awal memang tidak setuju dengan pengadaan E-KTP ini. KPK sedang berusaha untuk mengusut tuntas kasus ini.
            KPK terus menelusuri kasus korupsi pada proyek pengadaan e-KTP di Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri). Ketua KPK Agus Rahardjo mengatakan, kasus e-KTP ini sebagai kasus yang besar.

"(Kasus) e-KTP itu termasuk kasus yang besar ya. Karena seperti diketahui, kerugian negaranya saja, dari hitungan BPKP itu Rp 2,3 triliun," kata Agus di Mahkamah Agung, Jl. Medan Merdeka Utara, Gambir, Jakarta Pusat, Selasa (8/11/2016).

Agus menambahkan, dalam pengusutan kasus ini, KPK memanggil banyak pihak untuk menemukan bukti-bukti agar ada tersangka lain. Menurutnya, dalam.kasus yang merugikan negara dengan nominal yang besar, tidak mungkin hanya ada 2 orang yang terlibar korupsi di kasus ini.

"Oleh karena itu, secara bertahap kita menelusuri, mengembangkan, mencari alat bukti untuk tersangka-tersangka yang lain. Oleh karena itu, kalau anda perhatikan, banyak yang dipanggil, banyak yang diundang itu dalam rangka (penelusuran kasus) itu," kata Agus.

"Saya yakin kalau angka Rp 2,3 tiliun, tidak mungkin kan cuma 2 orang itu (yang terlibat). Masih ada pihak-pihak terkait yang kemudian nanti akan bertanggung jawab," tambahnya.

Agus mengatakan, sudah dilakukan blokir terhadap rekening-rekening yang terkait dengan kasus yang memiliki nilai total proyek sekitar Rp 5,9 triliun ini. Namun, belum ada barang bukti yang disita karena hal itu membutuhkan keputusan dari pengadilan.

"Sudah ada rekening yang diblokir. Tapi saya nilainya gak tahu persis. (Tapi) belum, belum (ada yang disita). Kan menyita itu kan harus ada keputusan pengadilan," ujarnya.

Dalam kasus korupsi proyek e-KTP ini KPK telah menetapkan mantan Direktur Pengelola Informasi Administrasi Kependudukan Ditjen Dukcapil Kemendagri Sugiharto sebagai tersangka. Ia berperan sebagai pejabat pembuat komitmen. Di kasus ini, KPK juga telah menetapkan status tersangka kepada eks Dirjen Dukcapil, Irman.

Mantan Bendahara Umum Partai Demokrat, M. Nazarudiin beberapa kali bersuara tentang penyimpangan anggaran dalam proyek pengadaan e-KTP tersebut. Dia bersikukuh telah terjadi mark up di proyek tersebut. KPK sendiri telah melakukan pemeriksaan kepada beberapa pihak di antaranya ialah anggota DPR, pejabat Kemendagri dan juga pihak swasta.

Dari berita tersebut dan beberapa berita lainnya yang berkaitan dengan korupsi E-KTP, ada beberapa hal perlu di ketahui:

1.      Apa yang sebenarnya di korupsi?  Memang itu yang akan ditanyakan disaat membaca berita ini.
Proyek Kartu Tanda Penduduk (KTP) elektronik atau yang biasa disebut e-KTP dimulai Kementerian Dalam Negeri sebagai pelaksana, pada tahun 2011-2012. Anggaran untuk proyek ini mencapai Rp5,9 triliun. KPK menduga ada aliran dana dari pemenang tender tersebut ke sejumlah pihak, termasuk wakil rakyat di Dewan Perwakilan Rakyat (DPR).
Pengadilan Tindak Pidana Korupsi sendiri telah mendakwa dua orang; mantan Dirjen Administrasi Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kemendagri, Irman dan Direktur Pengelolaan Informasi Administrasi Kependudukan Ditjen Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kemendagri, Sugiharto.
Dalam persidangan Kamis (09/03) Irman disebut jaksa telah mengarahkan Sugiharto untuk membuat spesifikasi teknis pembuatan e-KTP yang mengarah ke produk tertentu, dengan secara langsung menyebut merek.
2.      Angka-angka yang mencengangkan
KPK telah menyelidiki kasus dugaan korupsi proyek e-KTP ini sejak pertengahan 2014. Selama hampir tiga tahun, lembaga tersebut telah memeriksa 294 saksi, menetapkan dua tersangka dan menyita Rp247 miliar.

Yang menarik pada persidangan pertama adalah untuk dakwaan terhadap Irman dan Sugiharto, jaksa KPK menyiapkan surat dakwaan setebal 24.000 lembar. Tingginya hampir 2,5 meter. Namun untuk persidangan, dakwaan dipersingkat menjadi 121 halaman.

Selain dua terdakwa, KPK juga telah memeriksa 19 politikus yang menjabat sebagai wakil rakyat di DPR pada 2011-2012. Di antaranya Chairuman Harahap yang kala itu menjabat ketua komisi II (komisi pemerintahan DPR) dan Setya Novanto, yang saat itu menduduki posisi ketua fraksi Partai Golkar.

Dan yang paling 'mencengangkan' dalam kasus ini adalah berapa jumlah dana yang diduga dikorupsi. Dari nilai proyek Rp5,9 triliun, KPK menyebut dana yang dikorupsi mencapai Rp2,3 triliun.

Jumlah fantastis itu menuai reaksi negatif dari media sosial. Di antaranya Mohamad Sjohirin, yang lewat akunnya @Msjohirin mencuit, "uang korupsi e-KTP bisa membangun ribuan sekolah atau rusun. Kenapa tidak ada yang demo atau hujat?"
3.      Merupakan korupsi terbesar
Tidak bisa ditampik, taksiran kerugian negara sebesar Rp2,3 triliun, bukanlah nilai kecil. Jika dibandingkan dengan sejumlah kasus korupsi yang sedang atau telah ditangani KPK, dugaan korupsi e-KTP bahkan mengakibatkan potensi kerugian negara terbesar.
Kasus dugaan korupsi pembangunan pusat olahraga Hambalang di Bogor Jawa Barat senilai Rp1,2 triliun, disebut KPK mengakibatkan kerugian negara Rp706 miliar.
Sementara kasus dugaan korupsi pengadaan simulator surat izin mengemudi (SIM) di Korps Lalu Lintas Polri dan perkara korupsi komunikasi radio terpadu di Kementerian Kehutanan, berturut-turut mengakibatkan kerugian negara Rp121 miliar dan Rp89,3 miliar.

4.      Terdapat nama-nama terkenal dalam deretan terdakwa korupsi E-KTP
Mulai dari Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo, yang saat itu menjabat anggota Komisi II DPR, hingga Menkumham Yasonna Laoly, yang dulu juga duduk di komisi sama, disebut-sebut ikut menerima suap dalam kasus dugaan korupsi e-KTP ini.
Dugaan keterlibatan itu menjadi lebih terang setelah jaksa KPK, pada sidang Kamis (09/03), mengumumkan nama-nama yang diduga menerima aliran dana korupsi. Baik Ganjar maupun Yasonna termasuk di dalamnya.
Ganjar disebut menerima US$520.000 atau Rp7 miliar. Sementara Yasonna ditulis menerima US$84.000 atau Rp1,1 miliar. Menteri Dalam Negeri kala itu, Gamawan Fauzi, ditulis menerima lebih US$4,5 juta atau lebih Rp60 miliar.
Kebanyakan nama yang disebut Jaksa adalah politisi DPR; mantan ketua DPR Marzuki Ali Rp20 miliar, Anas Urbaningrum US$5,5 juta (Rp74 miliar), Teguh Djuwarno US$167.000 (Rp2,2 miliar), Arief Wibowo US$108.000 (Rp1,4 miliar).
Bahkan ketua DPR Setya Novanto (saat itu adalah ketua fraksi Golkar) bersama Andi Agustinus alias Andi Narogong, pengusaha rekanan Kementerian Dalam Negeri, menerima salah satu 'bagian' terbesar yaitu Rp574 miliar.
Setya Novanto, Ganjar Pranowo dan Yasonna Laoly, secara terpisah telah membantah tudingan itu.

5.      Dikabarkan Ahok terlibat dalam kasus ini
Salah satu nama yang kerap disebut terlibat kasus ini adalah calon gubernur DKI Jakarta petahana, Basuki Tjahaja Purnama. Pada periode 2011-2012 Ahok adalah anggota komisi II DPR dari partai Golkar.
Kepada wartawan di Balai Kota DKI Jakarta, Ahok membantah tuduhan tersebut. Dia menegaskan bahwa dirinya adalah sosok paling keras menentang proyek pengandaan e-KTP.
"Saya paling keras menolak E-KTP. Saya bilang pakai saja bank pembangunan daerah, semua orang mau bikin KTP pasti ada rekamannya kok. Ngapain habisin Rp5 trilun sampai Rp 6 triliun?" kata Ahok, Senin (06/03).
Ahok mengklaim tidak tahu menahu terkait daftar pembagian uang pengadaan e-KTP yang beredar.
"Itu cuma daftar penerima (fee) e-KTP atau daftar (anggota) Komisi 2? Masuk daftar itu kan bisa saja orang mau bagiin (uang) lalu bikin daftar begitu, (tapi) kita terima apa enggak (itu hal lain)," tutur Ahok.
Dalam dakwaan yang dibacakan Jaksa KPK pada sidang Kamis (09/03), nama Ahok tidak ada dalam daftar penerima dana korupsi.

6.      Kemanakah duit sebanyak itu mengalir?

Berikut dipaparkan kemana duit E-KTP itu mengalir.
Jaksa Penuntut Umum memaparkan hampir separuh dari duit proyek pengadaan e-KTP mengalir ke kantong pejabat Kementerian Dalam Negeri. Duit haram tersebut juga diketahui dinikmati sejumlah politikus dan anggota dewan.
Bahkan mantan Menteri Dalam Negeri Gamawan Fauzi dan Ketua DPR Setya Novanto juga disebut menerima duit rasuah tersebut. Nama besar lain yang disebut menerima duit adalah Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo dan Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly.
Setya Novanto, Ganjar Pranowo, dan Yasonna Laoly sama-sama membantah telah menerima duit tersebut.
Nama mantan Ketua Umum Partai Demokrat Anas Urbaningrum bersama Nazarudin juga disebut mendapatkan jatah uang proyek e-TKP. Mantan Ketua DPR Ade Komarudin juga disebut mendapatkan jatah.












Tidak ada komentar:

Posting Komentar