Akhir-akhir ini sedang terjadi kasus yang membuat
banyak masyarakat kesal dan marah, yaitu korupsi E-KTP. Akibat kasus ini, terjadi kerugian yang bernilai sangat besar. Dari
kasus ini, ada beberapa orang yang dituduh terlibat. Namun ada beberapa orang
yang mengelak karena dari awal memang tidak setuju dengan pengadaan E-KTP ini.
KPK sedang berusaha untuk mengusut tuntas kasus ini.
KPK
terus menelusuri kasus korupsi pada proyek pengadaan e-KTP di Kementerian Dalam
Negeri (Kemendagri). Ketua KPK Agus Rahardjo mengatakan, kasus e-KTP ini
sebagai kasus yang besar.
"(Kasus) e-KTP itu termasuk kasus yang besar ya. Karena seperti diketahui,
kerugian negaranya saja, dari hitungan BPKP itu Rp 2,3 triliun," kata Agus
di Mahkamah Agung, Jl. Medan Merdeka Utara, Gambir, Jakarta Pusat, Selasa
(8/11/2016).
Agus menambahkan, dalam pengusutan kasus ini, KPK memanggil banyak pihak untuk
menemukan bukti-bukti agar ada tersangka lain. Menurutnya, dalam.kasus yang
merugikan negara dengan nominal yang besar, tidak mungkin hanya ada 2 orang
yang terlibar korupsi di kasus ini.
"Oleh karena itu, secara bertahap kita menelusuri, mengembangkan, mencari
alat bukti untuk tersangka-tersangka yang lain. Oleh karena itu, kalau anda
perhatikan, banyak yang dipanggil, banyak yang diundang itu dalam rangka
(penelusuran kasus) itu," kata Agus.
"Saya yakin kalau angka Rp 2,3 tiliun, tidak mungkin kan cuma 2 orang itu
(yang terlibat). Masih ada pihak-pihak terkait yang kemudian nanti akan
bertanggung jawab," tambahnya.
Agus mengatakan, sudah dilakukan blokir terhadap rekening-rekening yang terkait
dengan kasus yang memiliki nilai total proyek sekitar Rp 5,9 triliun ini.
Namun, belum ada barang bukti yang disita karena hal itu membutuhkan keputusan
dari pengadilan.
"Sudah ada rekening yang diblokir. Tapi saya nilainya gak tahu persis.
(Tapi) belum, belum (ada yang disita). Kan menyita itu kan harus ada keputusan
pengadilan," ujarnya.
Dalam kasus korupsi proyek e-KTP ini KPK telah menetapkan mantan Direktur
Pengelola Informasi Administrasi Kependudukan Ditjen Dukcapil Kemendagri
Sugiharto sebagai tersangka. Ia berperan sebagai pejabat pembuat komitmen. Di
kasus ini, KPK juga telah menetapkan status tersangka kepada eks Dirjen
Dukcapil, Irman.
Mantan Bendahara Umum Partai Demokrat, M. Nazarudiin beberapa kali bersuara
tentang penyimpangan anggaran dalam proyek pengadaan e-KTP tersebut. Dia
bersikukuh telah terjadi mark up di proyek tersebut. KPK sendiri telah
melakukan pemeriksaan kepada beberapa pihak di antaranya ialah anggota DPR,
pejabat Kemendagri dan juga pihak swasta.
Dari berita tersebut dan beberapa berita lainnya yang
berkaitan dengan korupsi E-KTP, ada beberapa hal perlu di ketahui:
1.
Apa yang sebenarnya di korupsi? Memang itu yang
akan ditanyakan disaat membaca berita ini.
Proyek Kartu Tanda Penduduk
(KTP) elektronik atau yang biasa disebut e-KTP dimulai Kementerian Dalam Negeri
sebagai pelaksana, pada tahun 2011-2012. Anggaran untuk proyek ini mencapai
Rp5,9 triliun. KPK menduga ada aliran dana dari pemenang tender tersebut ke
sejumlah pihak, termasuk wakil rakyat di Dewan Perwakilan Rakyat (DPR).
Pengadilan Tindak Pidana Korupsi
sendiri telah mendakwa dua orang; mantan Dirjen Administrasi Kependudukan dan
Pencatatan Sipil Kemendagri, Irman dan Direktur Pengelolaan Informasi
Administrasi Kependudukan Ditjen Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kemendagri,
Sugiharto.
Dalam persidangan Kamis (09/03)
Irman disebut jaksa telah mengarahkan Sugiharto untuk membuat spesifikasi
teknis pembuatan e-KTP yang mengarah ke produk tertentu, dengan secara langsung
menyebut merek.
2. Angka-angka yang mencengangkan
KPK telah menyelidiki kasus dugaan korupsi proyek e-KTP ini
sejak pertengahan 2014. Selama hampir tiga tahun, lembaga tersebut telah
memeriksa 294 saksi, menetapkan dua tersangka dan menyita Rp247 miliar.
Yang menarik pada persidangan
pertama adalah untuk dakwaan terhadap Irman dan Sugiharto, jaksa KPK menyiapkan
surat dakwaan setebal 24.000 lembar. Tingginya hampir 2,5 meter. Namun untuk
persidangan, dakwaan dipersingkat menjadi 121 halaman.
Selain dua terdakwa, KPK juga telah
memeriksa 19 politikus yang menjabat sebagai wakil rakyat di DPR pada
2011-2012. Di antaranya Chairuman Harahap yang kala itu menjabat ketua komisi
II (komisi pemerintahan DPR) dan Setya Novanto, yang saat itu menduduki posisi
ketua fraksi Partai Golkar.
Dan yang paling 'mencengangkan'
dalam kasus ini adalah berapa jumlah dana yang diduga dikorupsi. Dari nilai
proyek Rp5,9 triliun, KPK menyebut dana yang dikorupsi mencapai Rp2,3 triliun.
Jumlah fantastis itu menuai reaksi
negatif dari media sosial. Di antaranya Mohamad Sjohirin, yang lewat akunnya
@Msjohirin mencuit, "uang korupsi e-KTP bisa membangun ribuan sekolah atau
rusun. Kenapa tidak ada yang demo atau hujat?"
3. Merupakan korupsi terbesar
Tidak bisa ditampik, taksiran
kerugian negara sebesar Rp2,3 triliun, bukanlah nilai kecil. Jika dibandingkan
dengan sejumlah kasus korupsi yang sedang atau telah ditangani KPK, dugaan
korupsi e-KTP bahkan mengakibatkan potensi kerugian negara terbesar.
Kasus dugaan korupsi pembangunan
pusat olahraga Hambalang di Bogor Jawa Barat senilai Rp1,2 triliun, disebut KPK
mengakibatkan kerugian negara Rp706 miliar.
Sementara kasus dugaan korupsi
pengadaan simulator surat izin mengemudi (SIM) di Korps Lalu Lintas Polri dan
perkara korupsi komunikasi radio terpadu di Kementerian Kehutanan,
berturut-turut mengakibatkan kerugian negara Rp121 miliar dan Rp89,3 miliar.
4. Terdapat nama-nama terkenal dalam deretan
terdakwa korupsi E-KTP
Mulai dari Gubernur Jawa Tengah
Ganjar Pranowo, yang saat itu menjabat anggota Komisi II DPR, hingga Menkumham
Yasonna Laoly, yang dulu juga duduk di komisi sama, disebut-sebut ikut menerima
suap dalam kasus dugaan korupsi e-KTP ini.
Dugaan keterlibatan itu menjadi
lebih terang setelah jaksa KPK, pada sidang Kamis (09/03), mengumumkan
nama-nama yang diduga menerima aliran dana korupsi. Baik Ganjar maupun Yasonna
termasuk di dalamnya.
Ganjar disebut menerima
US$520.000 atau Rp7 miliar. Sementara Yasonna ditulis menerima US$84.000 atau
Rp1,1 miliar. Menteri Dalam Negeri kala itu, Gamawan Fauzi, ditulis menerima
lebih US$4,5 juta atau lebih Rp60 miliar.
Kebanyakan nama yang disebut
Jaksa adalah politisi DPR; mantan ketua DPR Marzuki Ali Rp20 miliar, Anas
Urbaningrum US$5,5 juta (Rp74 miliar), Teguh Djuwarno US$167.000 (Rp2,2
miliar), Arief Wibowo US$108.000 (Rp1,4 miliar).
Bahkan ketua DPR Setya Novanto
(saat itu adalah ketua fraksi Golkar) bersama Andi Agustinus alias Andi
Narogong, pengusaha rekanan Kementerian Dalam Negeri, menerima salah satu
'bagian' terbesar yaitu Rp574 miliar.
Setya Novanto, Ganjar Pranowo
dan Yasonna Laoly, secara terpisah telah membantah tudingan itu.
5. Dikabarkan Ahok terlibat dalam kasus ini
Salah satu nama yang kerap
disebut terlibat kasus ini adalah calon gubernur DKI Jakarta petahana, Basuki
Tjahaja Purnama. Pada periode 2011-2012 Ahok adalah anggota komisi II DPR dari
partai Golkar.
Kepada wartawan di Balai Kota
DKI Jakarta, Ahok membantah tuduhan tersebut. Dia menegaskan bahwa dirinya
adalah sosok paling keras menentang proyek pengandaan e-KTP.
"Saya paling keras menolak
E-KTP. Saya bilang pakai saja bank pembangunan daerah, semua orang mau bikin
KTP pasti ada rekamannya kok. Ngapain habisin Rp5 trilun sampai Rp 6
triliun?" kata Ahok, Senin (06/03).
Ahok mengklaim tidak tahu menahu
terkait daftar pembagian uang pengadaan e-KTP yang beredar.
"Itu cuma daftar penerima
(fee) e-KTP atau daftar (anggota) Komisi 2? Masuk daftar itu kan bisa saja
orang mau bagiin (uang) lalu bikin daftar begitu, (tapi) kita terima apa
enggak (itu hal lain)," tutur Ahok.
Dalam dakwaan yang dibacakan Jaksa
KPK pada sidang Kamis (09/03), nama Ahok tidak ada dalam daftar penerima dana
korupsi.
6.
Kemanakah duit sebanyak itu mengalir?
Berikut dipaparkan
kemana duit E-KTP itu mengalir.
Jaksa
Penuntut Umum memaparkan hampir separuh dari duit proyek pengadaan e-KTP
mengalir ke kantong pejabat Kementerian Dalam Negeri. Duit haram tersebut juga
diketahui dinikmati sejumlah politikus dan anggota dewan.
Bahkan mantan Menteri Dalam
Negeri Gamawan Fauzi dan Ketua DPR Setya Novanto juga disebut menerima duit
rasuah tersebut. Nama besar lain yang disebut menerima duit adalah Gubernur
Jawa Tengah Ganjar Pranowo dan Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly.
Setya Novanto, Ganjar Pranowo,
dan Yasonna Laoly sama-sama membantah
telah menerima duit tersebut.
Nama mantan Ketua Umum Partai
Demokrat Anas Urbaningrum bersama Nazarudin juga disebut mendapatkan jatah uang
proyek e-TKP. Mantan Ketua DPR Ade Komarudin juga disebut mendapatkan jatah.